Memaknai Tahun Baru Dengan Resiliensi |
Di malam pergantian tahun 2020 ke tahun 2021 di masa pandemi covid-19 semalam di beberapa tempat masih banyak yang menyalakan kembang api walau tanpa mengadakan acara yang mengumpulkan banyak orang. Mereka melakukannya sebagai simbolis perayaan pergantian tahun.
Namun ada juga warga masyarakat yang mengisi malam pergantian tahun dengan datang ke masjid untuk mengaji dan berdzikir bersama. Hal ini yang dilakukan oleh warga masyarakat di tempat kelahiran saya. Saya yang saat ini belum bisa pulang ke rumah karena suatu keadaan, mendapat kiriman foto dari bulik saya.
Sebuah foto dimana ponakan saya dan mamak saya sedang duduk di masjid di acara pengajian dan dzikir bersama dikirimkan ke saya via aplikasi whatsapp. Hanya sebuah foto, namun membuat saya berlinang air mata, dimana rasa kerinduan saya seperti memuncak. Di malam tahun baru, yang juga hari ulang tahun mamak saya, saya tidak dapat pulang.
Hujan deras mengguyur Magelang di malam pergantian tahun ini. Tepat di jam 00.00 wib, saya hanya terbaring mendengar suara kembang api yang bersahutan namun dengan durasi yang tidak begitu lama. Kemudian kembali hening. Hanya suara air hujan yang terdengar jatuh dari langit.
Apapun cara yang anda pilih untuk melewatkan malam pergantian tahun itu adalah pilihan masing-masing individu. Yang terpenting adalah bagaimana kita memaknai momentum pergantian tahun ini untuk menjadi manusia yang lebih baik di tahun selanjutnya.
Merenung di Malam Tahun Baru
Di malam pergantian tahun 2021, saya termenung untuk beberapa saat. Mengingat kembali apa yang sudah saya alami di tahun 2020. Banyak hal terlintas di pikiran saya. Kehidupan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai anak, sebagai teman dan sebagai bagian komunitas dan warga masyarakat. Apa yang telah saya perbuat? Apakah itu semua yang saya kerjakan adalah hal baik ataukah saya belum berbuat banyak untuk mereka?
Pikiran saya kembali melaju, mengingat kembali apa saja yang masih belum saya lakukan dalam hidup saya di tahun 2020? Apa saja impian yang ingin saya raih namun belum tersentuh di tahun kemarin? Mengingat kembali apakah saya sudah berbuat kebaikan?
Bagaimana dengan kesalahan? Apakah saya berbuat kesalahan di tahun kemarin? Apakah saya sudah meminta maaf dan memperbaiki kesalahan? Dan apakah saya sudah memaafkan orang yang telah menyakiti saya?
Ingin rasanya menuliskan semuanya, betapa banyak sekali hal yang perlu saya perbaiki di kehidupan saya. Betapa banyak sekali hal yang tidak saya ketahui dan perlu saya pelajari di kehidupan ini. Hal-hal inilah yang insyaAllah ingin saya pelajari di 2021.
Adapun beberapa hal yang ingin saya pelajari lebih lanjut di tahun 2021 antara lain:
- Religion
- Babywearing
- Parenting
- Social Media Marketing
- Public Speaking
- Blogging
- Self-Improvement
Bagaimana dengan anda? Apakah anda mempunyai sesuatu hal yang ingin anda pelajari untuk bekal diri sendiri?
Memaknai Tahun Baru Dengan Resiliensi
Resilience Quotes |
Banyak orang mengatakan bahwa tahun 2020 adalah tahun yang berat. Saya tidak bisa memungkiri itu. Banyak hal yang telah saya lihat di sekitar saya tentang dampak dari pandemi covid-19 di tahun 2020. Ada yang jatuh, namun tidak sedikit yang berhasil bangkit kembali.
Rasa sakit, kegagalan dan kesulitan adalah sesuatu yang tidak dapat kita semua hindari, karena ini adalah bagian dari perjalanan hidup. Masing-masing dari kita mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap suatu “ujian”. Ada yang baru sekali ditempa langsung tumbang, mutung dan tidak mau melanjutkan. Namun ada juga yang mengalami kegagalan berkali-kali namun dapat selalu bangkit dan mencoba melangkah lagi.
Kemampuan suatu manusia untuk bangkit kembali dari kegagalan, kesulitan atau keterpurukan, disebut relisiensi.
Menurut Grothberg (1999), resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidupnya dan belajar dari pengalaman dari kondisi yang tidak menyenangkan yang pernah dialaminya.
Kita semua memerlukan resiliensi ini dalam menghadapi kehidupan kita untuk tetap kuat dalam menghadapi “ujian” apapun dalam hidup kita. Seseorang yang mempunyai resiliensi didalam dirinya bukan berarti dia tidak merasa takut atau cemas, namun dia dapat mengendalikan rasa dalam dirinya untuk tidak mengontrol kehidupan yang ia jalani.
Orang yang memiliki resiliensi dalam dirinya biasanya mempunyai ciri-ciri, yaitu:
- Percaya diri
- Tidak mudah putus asa
- Supportif terhadap orang lain
- Mempunyai hubungan yang baik dengan orang lain
- Positive thinking
- Memiliki self-care yang baik
- Tahu batas, mana yang baik untuk dirinya mana yang tidak
Untuk dapat melalukan resiliensi, kita perlu mengetahui faktor pembentuknya. Menurut Connor dan Davidson (2003) ada lima aspek pembentuk resiliensi.
- Personal competence, high standards, and tenacity (Kompetensi pribadi, standar tinggi, dan keuletan)
- Trust in one’s instincts, tolerance of negative affect, and strengthening effects of stress (Percaya pada naluri, toleransi terhadap pengaruh negatif, dan kuat menghadapi stress)
- Positive acceptance of change, and secure relationships (Penerimaan positif dari perubahan, dan hubungan yang aman dengan orang lain)
- Control (kontrol diri)
- Spiritual influences (Pengaruh spiritual
Saya pribadi perlu banyak belajar tentang poin-poin ini agar dapat memiliki resiliensi dalam diri saya agar dapat lebih kuat dalam menghadapi segala hal di kehidupan saya di tahun yang baru ini.
Belajar Untuk Lebih Banyak Bersyukur
Gratitude |
Tahun terus berganti, umur semakin bertambah, tanggung jawab semakin banyak dan banyak hal lain yang akan datang tanpa diduga. Semakin saya membaca dan mendengar apa yang terjadi di kehidupan kita, semakin saya menyadari bahwa saya perlu menanamkan resiliensi dalam diri saya beserta keluarga saya, termasuk si kecil.
Seperti yang disebutkan dalam teori para pakar, dapat disimpulkan bahwa resiliensi dapat dibentuk dari tiga faktor yaitu, faktor individu, keluarga dan komunitas. Salah satu faktor yang berasal dari faktor individu adalah rasa bersyukur.
Ibnu Manzhur (2003) mendefinisikan syukur adalah membalas nikmat dengan lisan, perbuatan dan disertai niat, dan memuji Sang Pemberi Nikmat secara lisan dan menggunakan nikmat tersebut untuk meningkatkan ketaatan kepada-Nya (Abdullah, 2013).
Syukur adalah kata yang sering kita dengar dan ucapan, namun jarang kita memaknainya dengan sungguh-sungguh. Di moment malam tahun baru 2021 yang “special” ini saya kembali tersadar bahwa saya harus lebih mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada saya.
Di tahun 2020 saya beberapa kali mengalami kegagalan dan rasa “sakit”, meski dilewati dengan cara yang berbeda namun ada hikmah yang dapat saya petik dari segala kejadian di tahun ini. Semoga kita semua dapat memaknai tahun baru ini dengan resiliensi. Bagaimana dengan anda, bagaimana anda memaknai tahun baru ini?
Baru tahu istilahnya relisiensi. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiiin. Saya mau mempelajari ilmu blogging, self improvement, dan merajut (nggak nyambung 😁)
ReplyDelete